-->

Learning Journal Etika Publik

LEARNING JOURNAL ETIKA PUBLIK

Etika Publik
Learning Journal Etika Publik
 A. Pokok Pikiran 

Learning Journal Etika Publik - Mata Diklat Etika Publik memfasilitasi pembentukan nilai-nilai dasar etika publik pada peserta Diklat melalui pembelajaran kode etik dan perilaku pejabat publik, bentuk-bentuk kode etik dan implikasinya, aktualisasi kode etik PNS. Kompetensi dasar yang ingin dicapai melalui modul ini adalah: Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menanamkan nilai dan membentuk sikap dan perilaku patuh kepada standar etika publik yang tinggi. Untuk menilai ketercapiannya diukur melalui indikator yaitu, Memiliki pemahaman tentang kode etik dan perilaku pejabat publik, Mengenali berbagai bentuk sikap dan perilaku yang bertentangan dengan kode etik dan perilaku dan implikasi dari pelanggaran kode etik dan perilaku bagi dirinya, dan Menunjukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kode etik dan perilaku selama Diklat. 


Perkataan etika sering dikaitkan dengan masalah prilaku, akhlak, moral dan sebagainya. Etika erat kaitannya dengan prilaku seseorang dalam memperlakukan orang lain orang lain. Etika Publik merupakan refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelayan publik, dalam hal ini seorang ASN akan terus berhadapan dengan masyarakat luas. Oleh karena itu untuk menciptakan kenyamanan masyakat dalam menirima pelayan, maka seorang ASN di tuntut untuk dapat memiliki etika yang baik. 


Menciptakan Pelayanan Publik yang profesional tidak bisa hanya mengandalkan kompetensi teknik dan leadership, namun juga kompetensi etika. Tanpa kompetensi etika, pejabat cenderung menjadi tidak peka, tidak peduli dan diskriminatif, terutama pada masyarakat kalangan bawah. Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan bagaimana nilai-nilai (kejujuran, solidaritas, keadilan, kesetaraan, dll) dipraktikan dalam wujud keprihatinan dan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat atau kebaikan orang lain.

Nilai-nilai dasar etika publik sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang ASN, yakni sebagai berikut: 1) Memegang teguh nilai-nilai dalam ideologi Negara Pancasila, 2) Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, 3) Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak, 4) Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian, 5) Menciptakan lingkungan kerja yang non diskriminatif, 6) Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika luhur. 7) Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada public, 8) Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah, 9) Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun, 10) Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi. 11) Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerjasama. 12) Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai, 13) Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan.

Praktek penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia saat ini masih jauh dari nilai-nilai etika publik, sebagaimana yang telah disebutkan pada poin di atas. Etika publik di Indonesia masih perlu mendapat perhatian serius minsalnya pelayanan publik masih penuh dengan ketidakpastian biaya, prosedur yang berbelit-belit, tidak tepat waktu, respect hanya pada kalangan orang atas cuek pada kalangan bawah, kurangnya transparansi, kurangnya akuntabilitas dan kurang transparansi, kurang berintegritas dan lain sebagainya. 

Ketika masyarakat sedang menggunjingkan masalah etika dan konflik kepentingan pejabat publik, ingatan saya seakan dibawa ke tahun 2010 ketika kasus korupsi seorang pegawai negeri NS golongan 3A di Direktorat Jenderal Pajak bernama Gayus Tambunan menyeruak. Kala itu Indonesia dibuat gempar, bukan hanya karena nilai korupsinya yang fantastis, tapi setelah ditelusuri oleh aparat penegak hukum, kasus ini melibatkan orang-orang besar yang punya pengaruh dan kekuasaan. Kasus Gayus membuat citra aparat pajak tercoreng dan meruntuhkan semangat reformasi birokrasi yang diusung menteri keuangan kala itu, Sri Mulyani. 

Dwiyanto (2002), etika dalam konteks birokrasi merupakan suatu panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan terhadap masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasinya. Etika harus diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas.

Integritas  menjadi sesuatu yang amat istimewa. Indonesia beruntung punya beberapa tokoh yang bisa menjadi contoh, salah satu yang layak dikemukakan adalah Bung Hatta, tepatnya Mohammad Hatta, Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia. Salah satu cerita bentuk "kehebatan" integritasnya, Beliau pernah tidak membocorkan rahasia negara mengenai peristiwa pemotongan nilai uang yang disebutsanering (pengurangan nilai mata uang, misalnya 1000 menjadi 100). 

Sebagai Wakil Presiden sebenarnya bisa saja Bung Hatta membocorkan kebijakan tersebut terlebih dahulu kepada keluarganya. Ketika kebijakan tersebut telah diputuskan, Bung Hatta tidak pernah menceritakannya kepada sang istri tercinta, Rachmi Hatta. Ibu Rachmi Hatta baru tahu kebijakan itu dari media massa. Beliau terkejut dan tentunya kecewa karena gara-gara kebijakan tersebut niat beliau untuk membeli sebuah mesin jahit tidak menjadi kenyataan. Padahal sudah lama beliau menyisihkan sebagian uang belanja yang diberikan sang suami tercinta untuk ditabungkan. Ketika hal itu ditanyakan kepada suami tercintanya, Bung Hatta (dalam Hartono, 2012).


B. Penerapan

Etika publik diakui sebagai salah satu faktor kunci dalam menggapai keberhasilan pembangunan di segala bidang. Tidak terkecuali pembangunan di bidang pendidikan, Capaian pelayanan publik yang baik, unggul, berkualitas serta sesuai dengan tuntutan kebutuhan zaman sangat ditentukan oleh kemampuan dan etika pelayanan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku pelayanan itu sendiri.  

Guru adalah salah satu profesi yang langsung berhadapan dengan masyarakat, yang mana dalam hal ini adalah siswa/murid. Oleh kareana itu seorang harus bisa memiliki etika yang baik. Kunci sukses pendidikan itu ada di tangan guru dan sebagai ujung tombak peningkatan mutu pendidikan bilamana seorang guru masih beramasalah dengan etikanya bagaimana dengan peserta didiknya. Sebagaimana pepatah menyebutkan guru digugu dan ditiru, bila guru kencing berdiri maka anak murid kencing berlari.


LihatTutupKomentar