-->

Learning Journal Akuntabilitas

LEARNING JOURNAL AKUNTABILITAS

Akuntabilitas
Learning Journal Akuntabilitas

Learning Journal Akuntabilitas - Seiring dengan perkembangan zaman Istilah akuntabilitas sudah menjadi kata yang tidak asing lagi untuk di dengar. Namun terminologi istilah ini sering disamakan dengan istilah responsibiltas. Padahal keduanya memiliki makna yang berbeda. Responsibiltas adalah kewajiban untuk bertangung jawab, sedangkan akuntabiltas adalah pertangung jawaban yang harus dicapai. Selain itu juga kata akuntabilitas dapat dimaknai dengan suatu pertangung jawaban induvidu/kelompok kepada pimpinan yang memiliki otoritas yang lebih tinggi. 


Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap induvidu dalam memenuhi tanggung jawab yang menjadi amanahnya. Seorang ASN dibebankan semua amanah adapun amanah ASN adalah, 1) mampu mengambil pilihan yang tepat ketika terjadi konflik kepentingan, 2) tidak terlibat dalam politik praktis, 3) melayani dan memperlakukan warga Negara secara adil dan sama, 4) memiliki prilaku yang konsituen dalam dapat diandalkan sebagai penyelenggara pemerintah.


Akuntabilatas memiliki beberapa tingkatan yang berbeda mulai yang terendah hingga yang tertinggi. Bilamana disingkatkan menjadi kata PIKOS, adapun tingkatan itu adalah akuntabiltas personal, akuntabiltas Induvidual, akuntabilats kelompok, akuntabiltas organiasi, dan akuntabilitas stakeholder. Akuntabilitas personal mengacu pada nilai-nilai yang ada pada diri sesorang seperti kejujuran, moral etika dan sebagainya. Akuntabilitas induvidu mengaju pada hubungan induvidu dengan lingkungan kerjanya. Akuntabilitas kelompok mengaju adanya sebuah kerjasama dalam sebuah kelompok. Akuntabilitas organisasi mengacu pada pada hasil pelaporan yang telah dicapai. Sedangkan akuntabilita stakeholder mengaju pada tanggung jawab organisasi untuk mewujudkan pelayanan yang adil, responsive dan bermartabat.


Akuntabilitas sangat penting sekali diterapkan, dengan adanya akuntabiltas maka akan meningkatkan kinerja, meningkatkan kepercayaan, membentuk peribadi yang bertanggung jawab, mengerti kewajiban professional dan integritas, meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik, sebagai tolak kinerja dan membentuk sikap kerja yang tekun, trampil dan konsisten. Selain itu juga denganya adanya akuntabilitas maka akan terhindar dari pada prilaku korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, meningkatkan efesiensi dan efektivitas, dan menyediakan control demokratis.


Untuk dapat menciptakan lingkungan kerja yang akuntabel ada beberapa hal yang harus diperhatikan yang 1) kepemimpinan, 2) transparansi, 3) integritas, 4) Tanggung jawab, 5) keadilan, 6) kepercayaan, 7) kesimbangan, 8) kejelasan, 9) konsistensi.  Bilamana kesembilan point yang telah disebutkan dapat terleksana dengan baik maka seorang induvidu atau sebuah organisasi baru bisa dikatakan akuntabel.


Terkait dengan masalah akuntabilitas yang terjadi di lingkungan OPD peserta adalah belum maksimalnya akuntabilitas majlis guru. Hal ini dapat lihat pada tumpukan buku siswa yang menumpuk di meja guru, datang terlambat dan pulang cepat, duduk di kantor sambil karoke pada saat jam pelajaran. Hal semacam ini ini tentunya sangat bertentangan dengan nilai-nilai akuntabilitas.


Mantan Wapres M Hatta ini dikenal sebagai sosok sederhana. Mundur dari jabatan orang nomor dua di Indonesia pada 1956, sejumlah tawaran mengalir kepada Hatta. Ia ditawari menjadi komisaris berbagai perusahaan hingga posisi di Bank Dunia. Tapi Hatta menolak, dia memilih hidup dari uang pensiun. "Apa kata rakyat nanti," kata Hatta kala itu. Hatta bukan sosok yang mengejar jabatan dan harta. Hatta juga menolak ketika akan diberikan rumah yang lebih besar setelah berhenti menjadi Wapres. Hatta khawatir, uang pensiunnya tak mampu membiayai perawatan rumah. 


Salah satu kisah yang membuat kita mengenang sosok Hatta yakni tentang keinginannya membeli sepatu Bally. Sejak dahulu Hatta menyimpan keinginan untuk membeli sepatu berharga mahal itu. Dia pun sampai menyimpan potongan kertas tentang sepatu Bally. Namun hingga meninggal pada 14 Maret 1980, keinginan Hatta untuk membeli sepatu itu tak terwujud. Hatta memilih hidup sederhana. 


Mantan wapres M Hatta benar-benar telah menerapakan konsep akuntabilitas di dalam menjalankan tugasnya, yang mana beliau tidak menggunakan, kekuasaan, jabatan serta kekayaan Negara untuk kepentingan pribadi. Beliau rela hidup susah apa adanya hanya untuk menjaga kepercayaan ataupun pandangan baik rakyat terhadapnya. Bapak M Hatta juga telah mempraktekkan bagaimana dalam menjalankan tugasnya terhindar dari praktek konflik kepentingan.


Di era globalisasi yang ber IT tinggi sekarang ini,  konsep hidup yang berakuntabiltas sudah harus menjadi keniscayaan bagi setiap invidudu, kelompok, ataupun institusi. Bilamana masalah akuntabiltas masih dianggap sepele maka banyak sekalai hal yang tidak diingankan terjadi salah satunya adalah tidak optimalnya pencapaitan tujuan organisasi. Hal semacam ini tentunya sangat tidak diingatkan. Yang mana disetiap kegiatan yang diksanakan di OPD masing dibiaya oleh pemerintah melalui uang rakyat. Bilamana ini disiakan-siakan tentunya akan berdampak munculnya krisis kepercayaan.


Baca Juga
LihatTutupKomentar